Daerah

Dispendik Banyuwangi Bentuk Satgas Anti Kekerasan di Sekolah

Dispendik Banyuwangi Bentuk Satgas Anti Kekerasan di Sekolah

Keterangan Gambar : Istimewa

BANYUWANGI - Lembaga pendidikan di Indonesia tengah menghadapi berbagai persoalan nyata yang menimpa siswa didik.

Masalah itu diantaranya adalah potensi perundungan atau kekerasan, intoleransi, dan pelecehan seksual.


Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menginstruksikan agar sekolah di daerah turut melakukan upaya pencegahan.


Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi, merespon instruksi tersebut. Dispendik kembali menguatkan satuan tugas (Satgas) anti kekerasan di sekolah.


Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi  Suratno mengatakan,  satgas itu akan melibatkan banyak pihak.


"Hari Kamis mendatang (9/2/2023), kami akan menggelar rapat terpadu dengan jajaran SKPD (satuan kerja perangkat daerah) dan Forkopimda untuk penguatan ini," kata Suratno, Senin (6/2/2023).


Langkah pencegahan lainnya, Dinas Pendidikan akan menambah dan mengubah pola pelatihan rutin bagi para guru dan tenaga kependidikan.


Materi yang diberikan kepada para pendidik, lanjut Suratno, tak hanya soal pengembangan dunia pendidikan saja.


"Tapi akan kami kuatkan juga melalui materi-materi yang berkaitand dengan risiko perundungan atau kekerasan, pelecehan seksual, dan intoleransi," lanjutnya.


Materi-materi itu akan difokuskan pada beberapa jenis pelatihan yang rutin diterima oleh para tenaga pendidik. Sebut saja di antaranya, program guru penggerak dan in house trainning (IHT).


Dalam sebulan terakhir, kasus yang cukup menonjol di Kabupaten Banyuwangi adalah kekerasan seksual pada anak.


Catatan kepolisian, saat ini ada lima kasus kekerasan seksual anak yang ditangani. Dimana dalam kasus ini para pelakunya adalah kerabat, tetangga dan salah satunya adalah Kepala Sekolah.


Sementara korbannya merupakan anak-anak yang berusia sekolah.


Dinas Pendidikan, kata Suratno, akan terus berupaya agar para anak korban kekerasan seksual bisa mendapatkan hak-haknya.


Selain pendampingan psikologis lewat organisasi perangkat daerah terkait, pihaknya juga bakal memastikan agar para korban tetap bisa menempuh pendidikan.


"Selain itu, upaya kami adalah mencegah agar tidak terjadi hal tersebut di lingkungan sekolah," lanjutnya.


Suratno mengatakan, tiga masalah besar yang dihadapi anak sekolah itu merupakan tanggung jawab bersama.


"Di rumah ada peran orang tua, di sekolahan ada peran guru, dan di lingkungan ada peran masyarakat. Kami mengajak semua pihak untuk bergotong-royong mencari cara untuk mencegah hal tersebut," tuturnya.