Daerah

Harapan Hijau: Inovasi Penetasan Penyu Bantu Keseimbangan Alam Banyuwangi

Harapan Hijau: Inovasi Penetasan Penyu Bantu Keseimbangan Alam Banyuwangi

BANYUWANGI - Wiyanto Haditanojo, pendiri Banyuwangi Sea Turtle Foundation (BSTF), telah menciptakan sebuah inovasi baru untuk penetasan telur penyu tanpa pasir. Ruangan khusus di rumahnya di Kelurahan Tukangkayu, Kecamatan Banyuwangi, kini difungsikan sebagai inkubator besar yang dinamai Intan Ruang, mampu menampung hingga 15.000 telur penyu sekaligus.




Intan Ruang merupakan pengembangan dari Intan Box, sebuah alat penetasan telur penyu berbentuk kotak yang diperkenalkan pada tahun 2021. "Intan Ruang ini baru digunakan pada musim bertelur penyu tahun ini," ujar Wiyanto, yang akrab dipanggil Wiwit.

Musim bertelur penyu di Banyuwangi berbeda tergantung lokasi. Sepanjang pantai wilayah Banyuwangi kota dan sekitarnya, penyu, terutama jenis lekang (Lepidochelys olivacea), bertelur antara Maret hingga Juni. Kepedulian Wiwit terhadap penyu sudah berlangsung lama, bermula dari kegiatannya sebagai pengekspor ikan hias dan tukik pada era 80-an, sebelum perdagangan penyu dilarang oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Dengan menyadari bahwa habitat penyu semakin berkurang, Wiwit mulai tergerak untuk melestarikan penyu. Upaya edukasinya terhadap warga sekitar kawasan pantai agar tidak memperjualbelikan telur penyu membuahkan hasil setelah bertahun-tahun, dengan semakin banyak warga yang mendukung pelestarian penyu.

Pagi itu, seorang wanita membawa sekitar 90 butir telur penyu ke rumah Wiwit, meminta agar telur-telur tersebut ditetaskan menggunakan metode tanpa pasir. Wiwit dengan cekatan menempatkan telur-telur tersebut ke dalam toples khusus yang kemudian dimasukkan ke dalam Intan Ruang.

Ruangan berukuran 1x4 meter ini dilengkapi dengan pengatur suhu dan kelembapan. "Suhunya diatur antara 27,5 hingga 29,5 derajat Celsius, dengan kelembapan 80 persen, agar yang menetas nanti penyu jantan," jelas Wiwit.

Wiwit mengacu pada penelitian yang menunjukkan bahwa jenis kelamin penyu yang menetas ditentukan oleh suhu dan kelembapan. Pemanasan global telah menyebabkan mayoritas penyu yang menetas di alam berkelamin betina, padahal satu ekor penyu betina membutuhkan enam ekor pejantan untuk dapat berkembang biak secara efektif.

"Saat ini, Intan Ruang diisi sekitar 4.800 butir telur, dan jumlah ini terus bertambah seiring banyaknya warga yang datang membawa telur untuk ditetaskan," tambah Wiwit. Telur-telur ini akan didiamkan di ruangan tersebut selama 55 hingga 65 hari hingga menetas. Tingkat keberhasilan penetasan menggunakan inkubator buatan mencapai sekitar 90 persen.

"Setelah menetas, tukik akan dilepasliarkan kembali ke habitatnya," ungkap Wiwit. Ia berharap inovasi ini bisa diterapkan di tempat-tempat penetasan penyu lainnya, karena metode tanpa pasir ini lebih hemat biaya dibandingkan penetasan semi alami yang memerlukan pergantian pasir secara berkala.

Dengan Intan Ruang, Wiwit telah membuka jalan baru bagi konservasi penyu, memastikan kelangsungan hidup reptil ini di masa depan.